Judul Novel
Shikamaru Hiden: Yami no Shijima ni Ukabu Kumo
(シカマル秘伝 闇の黙に浮ぶ雲)
(Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness)
Bagian 2: Shijima no Kuni (Negeri Sunyi)
Penerjemah
Cacatua (Inggris), NadaRania@Narutonian (Indonesia)
Kantor Hokage di kampung halamannya tak dapat dibandingkan dengan luas ruangan yang sangat besar ini.
Shikamaru dipaksa bersimpuh di tengah karpet berwarna crimson pekat yang terbentang dari pintu masuk ganda yang megah menghadap interior ruangan.
Kedua tangannya diborgol di belakang punggungnya. Dua Kakusha berdiri di sampingnya sehingga ia tak mendapatkan ide apapun untuk berdiri dan membuat kekacauan. Baiklah, mereka adalah shinobi, jadi mereka akan sadar saat Shikamaru melakukan hal yang mencurigakan.
Rou dan Soku berada dibelakangnya. Tangan mereka juga terborgol di belakang punggung mereka, dan para penjaga disamping mereka. Perbedaannya hanyalah wajah mereka dipenuhi oleh luka dan lebam, bukti yang kuat dari penyiksaan yang mereka alami.
Dihitung dari jumlah makanan dan kondisi perutnya, sudah 10 hari sejak mereka ditangkap.
Selama itu, Shikamaru tak pernah sekalipun disiksa. Gengo mengunjunginya berkali-kali, tinggal sebentar untuk membicarakan hal tak penting, kemudian pergi. Dia selalu mengatakan hal bodoh dan tak penting seperti ‘aku rasa aku harus berpidato hari ini’ atau ‘apa yang harus dimakan saat makan siang?’.
“Tundukkan kepalamu.” Kakusha di sisi kanan Shikamaru memerintah, dan menghempaskan kepalanya ke karpet.
“Mereka adalah tamu penting. Kau tak perlu memperlakukan mereka dengan kasar.” Suara Gengo datang beberapa jarak dari Shikamaru.
Saat ia mengatakan hal tersebut, Kakusha itu segera melepaskan kepala Shikamaru, berdiri tegak, sangat malu karena dimarahi.
“Bawahanku sudah berlaku kasar.” Ucap Gengo. “Tolong, angkat kepalamu.”
Shikamaru telah lebih dulu mengangkat wajahnya sebelum diizinkan. Tangga marmer berawal dimana karpet crimson itu berakhir di depannya. Di paling atas tangga tersebut, terdapat lantai luas dengan sebuah patung naga yang tinggi megah dan sebuah singgasana terpahat disana.
Gengo duduk disana, kaki yang satu berada di atas kaki yang lain. Siku kirinya berada di atas sandaran lengan dan ia dengan santai menopang pipinya di telapak tangan kirinya. Tatapan dingin, tenang, dan merendahkan yang diberikannya pada Shikamaru membuktikan bahwa dirinyalah penguasa negara itu.
“Bawa mereka mendekat.” Perintah Gengo.
Kakusha di sisi Shikamaru menarik tangan Shikamaru, menyeretnya untuk berdiri. Mereka memburunya sepanjang karpet, hingga ia mencapai dasar tangga besar itu. Rou dan Soku juga diseret dengan perlakukan yang sama.
“Sudahkah kau merasa sedikit ingin tahu mengenai kata-kataku sekarang?” Tanya Gengo.
“Maaf, tapi aku tidak tahu apa yang kau coba katakan.” Ucap Shikamaru.
Gengo mengeluarkan tawa kecil karena jawaban yang cepat dan tegas itu.
Terdapat para Kakusha yang berbaris ke samping di kedua sisi singgasananya. Mereka semua menatap rendah Shikamaru dengan tatapan angkuh yang membuatnya menduga bahwa mereka adalah penasihat Gengo atau orang-orang dekatnya. Shikamaru melihat sosok Sai berada dalam barisan mereka, telah dihiasi dengan jubah hitam yang semua Kakusha kenakan. Meskipun mereka seharusnya merupakan rekan, mata Sai menatap rendah Shikamaru tanpa kegelisahan mapun keraguan. Mata Sai tak pernah begitu ekspresif sebelumnya, namun juga tak pernah terlihat begitu hampa dan kosong seperti sekarang.
“Seseorang secerdas dan seterkenal dirimu…” Ucap Gengo, “Aku rasa kau telah lebih dulu mengetahui apa yang kuinginkan darimu.”
Tentu saja Shikamaru telah menyadari apa yang Gengo inginkan. Ia sudah menyadarinya sejak lama, namun itu adalah gagasan yang konyol. Tak akan pernah terjadi. Jadi ia tetap membungkam mulutnya, tak mau membuang-buang nafasnya untuk melakukan itu.
“Jadilah tangan kananku, Shikamaru. Jika itu kau, kau akan dapat membuat dunia baru menjadi nyata bersamaku. Aku dapat melihat bahwa kau adalah pria yang pantas untuk itu.”
“Aku menolak.”
Shikamaru dengan segera mengeluarkan jawabannya. Matanya bergolak dengan keinginan membunuh saat ia melirik tajam ke arah Gengo.
Namun penguasa negara itu tampak tak terpengaruh sedikitpun. Ia dengan tenang mempertemukan tatapannya dengan tatapan haus darah Shikamaru seolah itu tak lebih dari sekedar angin lalu.
“Seseorang yang bereaksi pada rencanaku yang tiba-tiba dengan penuh kegembiraan dan penerimaan bukanlah seseorang yang kuinginkan. Kau melakukannya dengan sangat baik, Shikamaru.”
“Kau telah membuatku jengkel lebih dan lebih lagi dengan intonasimu yang terdengar mengetahui segalanya, bertingkah seolah kau dapat melihat isi dari semua orang. Apa yang kau dapat mengerti tentangku?”
Shikamaru tak benar-benar jengkel. Dia bukanlah tipe orang yang membiarkan sesuatu seperti ini membuatnya marah dan kehilangan ketenangannya. Ia hanya bertindak seolah tak sabar untuk bertarung untuk melihat reaksi lawannya. Hanya itu saja.
“Adalah hal yang tak mungkin bagi seseorang untuk benar-benar mengerti orang lain lain.” Ucap Gengo. “Bukankah itu mengapa aku mengadakan percakapan denganmu? Bukan melihat ke dalam dirimu. Aku sudah hidup sedikit lebih lama darimu, jadi aku dapat sedikit merasakan emosimu. Jika itu entah bagaimana terdengar seperti sebuah nada yang arogan, maka aku minta maaf.”
“Intonasi seperti itulah yang membuatku jengkel.”
“Aku mengerti…” Gengo memejamkan matanya dan tertawa seperti mencela diri sendiri.
Hening sesaat. Tatapan Gengo menerawang ke sekitar ruangan seperti sedang berpikir.
Dia dengan sengaja membuat kesempatan pada kemarahan Shikamaru untuk mereda…
Jika kau melihat situasi itu dari jauh, kau akan berpikir bahwa Gengo sengaja berhenti sejenak untuk mengumpulkan pemikiran dan mempersiapkan pembicaraan yang lain.
Akan tetapi, kenyataannya adalah jika Gengo melanjutkan pembicaraannya dalam atmosfer seperti ini maka kemarahan Shikamaru akan terus meluap hingga ia begitu marah dan dengan keras kepala menolak untuk mendengar apapun. Gengo dengan sengaja menciptakan jeda dalam pembicaraan mereka untuk menghindari kemungkinan itu.
Menciptakan jeda bagi kedua pihak untuk mengambil nafas dan menenangkan diri dapat secara efektif mengubah atmosfer tegang di antara mereka. Bahkan jika Shikamaru menyemburkan kalimat pedasnya, dengan tak adanya balasan dari Gengo, maka itu semua hanya akan menjadi raungan tak berarti yang hanya akan membuatnya lebih marah.
Gengo sedang mendorong percakapan itu menuju ke arah yang ia inginkan.
Pria ini sudah banyak berlatih dalam bernegosiasi…
Akhirnya, setelah jeda yang panjang, mata Gengo kembali melihat Shikamaru.
“Hanya ada satu pertanyaan yang ku miliki untukmu, tapi apakah kau bersedia memberikanku jawaban?”
“Apa?”
Shikamaru menyesali kata yang telah keluar dari mulutnya. Namun sudah terlambat untuk menariknya kembali.
“Mengapa shinobi begitu tertindas dan tertekan?”
Tertindas? Shinobi?
Shikamaru tak mengerti apa maksud pria itu.
Kebisuannya mendorong Gengo untuk melanjutkan bicaranya, memperkuat pertanyaannya dengan berbicara lagi.
“Desa-desa dimana para shinobi tinggal, tanpa terkecuali, selalu disebut sebagai ‘desa tersembunyi’. Kenapa shinobi harus tetap tersembunyi? Di seluruh Negara di kontinen ini, berapa banyak tanah yang shinobi bisa akui sebagai milik mereka? Kau akan menemukan bahwa itu merupakan porsi yang sangat sedikit. Dan kenapa itu bisa terjadi? Karena ada orang lain yang menguasai sebagian besar kontinen ini. Para Daimyou.”
Baiklah, dia tak salah. Desa shinobi memiliki nama yang selalu bertitel ‘desa tersembunyi’. Sebagian besar kontinen ini memang diperintah oleh para Daimyou.
Lalu kenapa?
Jadi para Daimyou yang memerintah negara, jadi shinobi tinggal di desa-desa yang disebut ‘desa tersembunyi. Itu tak membuat shinobi tertindas.
Shikamaru bekerja di bagian paling penting dalam Persatuan Shinobi, jadi ia sedikit lebih tahu tentang keadaan dunia dibanding yang lain. Para Daimyou, dan penduduk yang tinggal di Negara yang mereka pimpin, mereka semua hidup di sisi shinobi dengan baik, hubungan yang saling menguntungkan.
“Pikirkan tentang itu, Shikamaru. Kenapa shinobi ditindas oleh para Daimyou?”
“Kapan shinobi pernah ditindas oleh para Daimyou?”
“Bukan hanya para Daimyou. Kita telah ditindas oleh setiap orang yang bukan shinobi.” Mata Gengo tampak seperti memancarkan api saat ia melihat Shikamaru. “Aku akan menanyakanmu satu hal lagi.”
“Tadi kau mengatakan bahwa kau hanya akan menanyakan satu…”
“Aku bertanya lagi.” Gengo memotongnya dengan tajam. “Shinobi menyimpan kekuatan yang berbeda dari manusia lain di dunia ini. Apa kau setuju?”
Chakra dan ninjutsu…
Baiklah, kau tak dapat memungkiri bahwa itu merupakan kemampuan yang jelas membedakan shinobi dengan manusia biasa.
Shikamaru mengangguk dalam diam.
Gengo tampak puas, dan lanjut berbicara.
“Dan kekuatan yang shinobi miliki itu jauh melewati batas kemampuan manusia.”
Sekali lagi, Shikamaru mengangguk.
Perang Besar yang terjadi dua tahun lalu merupakan peperangan yang akan menentukan nasib seluruh dunia. Jika Aliansi Shinobi saat itu dikalahkan, maka baik Shikamaru atapun Gengo tak akan berbicara disini sekarang.
Baik itu Uchiha Madara, yang berencana untuk menarik semua manusia di muka bumi ke dalam mimpi genjutsu, atau Uzumaki Naruto, yang telah membawa seluruh bijuu ke dalam tubuhnya sehingga ia dapat mengakhiri perang, keduanya merupakan contoh utama dari makhluk yang tak dapat lagi disebut sebagai ‘manusia’. Terdapat kemungkinan bahwa dengan perkembangan dari era terakhir, shinobi akan memisahkan diri dari jalan 'kemanusiaan' bersamaan.
“Kenapa shinobi yang mampu melampaui manusia harus tinggal di desa ‘tersembunyi’? Kenapa kita harus hidup dalam kehidupan seperti itu? Kenapa kita harus dipaksa untuk bekerja demi penghidupan sebagai pesuruh Daimyou? Dalam Perang Besar dua tahun lalu, siapa yang menyelamatkan dunia ini dari kehancuran? Bukan Daimyou. Bukan penduduk.”
Kekuatan suara Gengo meningkat, menekan Shikamaru dari segala arah.
“Bukankah shinobi yang menyelamatkan dunia ini?”
Kekuatan apa ini…?
Suara itu membuat jantungnya berdebar tak menentu di dalam dadanya.
Shikamaru merasakan sesuatu yang tak pernah ia rasakan hingga detik ini : kegembiraan yang meluap-luap.
Kenapa ia merasa seperti itu?
…Mungkin karena Gengo telah mengambil perasaan berbahay yang sama dengan yang mengintai di sudut tersembunyi hati Shikamaru, dan dengan jelas menjadikannya dalam bentuk kata-kata.
Dia benar…
Dua tahun lalu, shinobi telah menyelamatkan dunia.
“Begitu banyak shinobi bertempur dan mengorbankan nyawanya untuk melindungi dunia ini, tapi berapa banyak para penduduk yang mengetahui fakta itu? Nama Uzumaki Naruto, seseorang yang dipuja di seluruh dunia shinobi karena menjadi pahlawan yang mengakhiri perang—bahkan tak dikenal oleh penduduk yang sulit dikendalikan itu! Uchiha Madara, Uchiha Obito, Uchiha Sasuke, Hatake Kakashi, Lima Kage, Akatsuki, semua dari mereka, bukankah suatu fakta bahwa tak ada orang di luar dunia shinobi yang pernah membicarakan tentang mereka?”
Tepat seperti yang dikatakan Gengo. Tak peduli berapa banyak shinobi yang mempertaruhkan jiwanya untuk melindungi dunia, takkan ada satupun penduduk yang hidup di dunia luar yang pernah mendengar hal itu.
“Era perdamaian ini dibangun di atas tumpukan jasad shinobi, namun Daimyou datang dan menduduki tanpa sedikitpun keraguan, terus dengan nyaman memimpin rakyat tanpa berpikir sedikitpun tentang kita. Demi para baj****n itu, kita shinobi pergi bertempur dalam Perang Besar. Kita menjadi tameng hidup untuk Daimyou dan penduduk. Dan kemudian, balasannya?”
Tak ada yang berubah.
Baiklah, Shikamaru berpikir bahwa hal itu bukanlah alasan yang tak masuk akal.
Para musuh yang melawan aliansi shinobi selama perang, Uchiha Madara dan Ootsutsuki Kaguya, telah berniat untuk menarik semua orang ke dalam sebuah genjutsu sehingga mereka dapat menjadikan chakra semua orang sebagai baterai hidup.
Hasilnya adalah di tengah pertempuran sengit itu, semua penduduk dan Daimyo telah jatuh ke dalam tidur yang nyenyak.
Namun tetap saja…
Faktanya adalah, bukan karena tak ada dari mereka yang tahu apa yang terjadi selama Perang Besar. Mereka hanya tidak membicarakan tentang hal itu.
“Mengapa kita para shinobi yang memiliki kekuatan besar dipaksa untuk hidup di ‘desa tersembunyi’, terus-menerus mengintai dari kegelapan saat menjalani kehidupan sehari-hari kita?” Genggo berdiri dari singgasananya. “Apakah itu demi yang terbaik?”
Gengo mengambil satu langkah menuruni tangga. Kemudian melangkah lagi. Ia perlahan turun, tak melepas pandangan Shikamaru, terus berbicara.
“Shikamaru. Pertanyaan selanjutnya merupakan pertanyaan yang sangat ingin kutanyakan padamu.”
Gengo mencapai dasar tangga, terus berjalan hingga ia berdiri tepat di depan mata Shikamaru.
“Bukankah itu yang terbaik jika shinobi lah yang memimpin dunia ini?"
‘Kau salah.’
Shikamaru tak dapat menyebutkan kata itu. Tidak, ia bahkan sama sekali tak bisa menjawab pertanyaan itu.
Ia sudah tidak tahu lagi mana yang benar.
‘Kita adalah shinobi karena kita menanggung beban.’
Tak peduli seberapa besar kekuatan yang kau miliki, kau melayani orang-orang secara tak terlihat dan dari bayang-bayang. Itulah yang didefinisikan sebagai shinobi.
Walaupun begitu.
Kemungkinan yang tak terbatas berasal dari chakra dan ninjutsu yang digunakan oleh shinobi. Jika shinobi benar-benar mengambil alih kekuasaan Daimyou seperti yang dikatakan Gengo, dan jika mereka memerintah seluruh negara, bukankah dunia akan membuat kemajuan yang begitu besar dibanding yang telah terjadi sekarang?
Manakah yang merupakan pilihan terbaik untuk semua orang?
Ia tak mampu memberikan jawaban.
“Dengan kekuatan shinobi, perlahan aku akan mengangkat negara ini.” Ucap Gengo. “Aku akan menempatkan akhir yang indah dari era perang yang tak henti-hentinya ini. Dengan kekuatan shinobi, itu semua dapat menjadi hal yang mungkin!”
Membunuh pria yang disebut Gengo... apakah itu merupakan jalan yang terbaik?
Shikamaru sudah tak terlalu yakin lagi.
Bersambung ke Chapter 13...
EmoticonEmoticon