Judul Novel
Shikamaru Hiden: Yami no Shijima ni Ukabu Kumo
(シカマル秘伝 闇の黙に浮ぶ雲)
(Shikamaru Hiden: A Cloud Drifting in Silent Darkness)
Bagian 2: Shijima no Kuni (Negeri Sunyi)
Penerjemah
Cacatua (Inggris), NadaRania@Narutonian (Indonesia)
Sai memegang sebuah kuas dengan satu tangan, dan sebuah gulungan di tangan lainnya, menggambar dengan berapi-api. Setiap kali ia mengangkat kuasnya dari gulungan, seekor harimau tinta akan menjadi nyata dan menyerang Shikamaru.
Usaha Shikamaru untuk menangkis serangan mereka berakhir dengan ia terguling dari podium ke dalam kerumunan.
Ia tak punya waktu untuk hanya mengkhawatirkan Sai. Pikiran Shikamaru benar-benar kacau.
Mengapa jurusnya tak bekerja?
Mengapa penyamaran mereka bisa terungkap?
Apa Soku baik-baik saja?
Shikamaru menghindari serangan demi serangan dari dalam kerumunan. Dari sudut matanya, ia dapat melihat beberapa Kakusha menahan Rou. Pria itu terus berusaha memberontak, tapi tidak mungkin baginya untuk melepaskan diri dari pria-pria itu sekaligus.
Bagian pipi Shikamaru yang tergores makhluk tinta Sai terasa tersengat.
Topeng resin yang Rou kenakan pada Shikamaru untuk menyamarkan wajahnya mulai terkelupas.
“Sebentar lagi, topeng itu akan hancur seluruhnya, jadi aku rasa kau akan merasa lebih nyaman.” Ucap Sai dengan senyum lugunya.
Kuasnya tak berhenti bergerak. Harimau tinta demi harimau tinta menjadi nyata, mengepung Shikamaru.
“Kenapa kau melakukan ini…”
“Baru saja,” Sai menyadari, “Kau mengatakan hal yang memberi kesan kau mengenalku.”
Shikamaru tak memberitahu Sai bahwa ialah yang ada dibalik topeng itu. Ia tak bisa untuk memulainya.
Kau takkan menyebutkan namamu jika kau beresiko ditangkap dan namamu akan dilacak hingga ke desamu. Tak akan. Itu merupakan peraturan ketat Shinobi.
Di belakang para Kakusha yang bergerombol menuju ke arahnya, Shikamaru dapat melihat Gengo masih berdiri dengan tenang di atas podium. Ia tetap bersedekap dan terus melihat pergulatan Shikamaru.
Andai ia berhasil menangkapnya sekali lagi…
Shikamaru melompat ke atas salah satu harimau tinta yang mengepungnya, menusuknya dengan kunainya dan melompat turun dengan gerakan yang mulus. Ia berlari segera setelah mendarat di tanah, membebaskan diri dari kepungan makhluk itu. Dari sudut matanya, ia menangkap sekilas harimau itu menghilang menjadi percikan tinta.
Ada begitu banyak Kakusha menghadangnya, ia bahkan tak dapat menghitungnya.
“Apa ini akan bekerja?” Shikamaru bergumam pada dirinya sendiri, membuat segel jutsu dengan tangannya.
Sulur gelap yang tak terhitung jumlahnya memanjang dari bayangannya di segala arah.
Kagenui-nya, teknik jahitan bayangan, menggunakan sulur bayangannya untuk menyerang dan mengikat lawannya seperti jarum dan benang. Karena Shikamaru dapat menciptakan jarum bayangan dalam jumlah besar, jurus itu menjadi jurus yang cocok digunakan untuk menghadapi beberapa lawan.
Shikamaru membidik ke arah harimau-harimau itu dan para Kakusha. Sulur-sulur bayangan berbentuk jarum itu memanjang tanpa kendala. Yang sulur-sulur itu butuhkan hanyalah dorongan yang kuat untuk membidik dan keluar dari tanah.
“Ayo!” Shikamaru meneriakkan kata itu layaknya jeritan perang. Sulur-sulur itu perlahan bangkit dari tanah, membesar dan bersiap untuk menyambar -
“Hentikan tindakan tak bergunamu itu.” Gengo memanggil dari atas podium. Saat suara itu terdengar, sulur-sulur bayangan Shikamaru dengan cepat kembali ke tanah, dan berubah menjadi bayangan biasa.
“Ap- Apa yang kau lakukan?” Shikamaru berteriak marah pada Gengo karena kegagalannya.
Kenapa suara itu mempengaruhi bayangannya?
Sebenarnya dia itu apa?
“Hm? Aku yakin aku mengenal jurus itu…”
Sai yang berkomentar. Ia sekarang berdiri di depan Shikamaru, menghadangnya.
“Sai, jangan kau berani…”
“Tindakan tak berartimu itu tak enak untuk dipandang.” Ucap Sai tenang, kuasnya dengan cepat menari di atas gulungan di tangannya. Harimau yang keluar dari gulungannya kali ini berwarna hitam putih- dan jauh, jauh lebih besar dari yang lain.
“Kau akan merasakannya dulu, dan mengerti, sesegera mungkin.” Ujar Sai, menunjuk kuasnya ke arah Shikamaru. Harimau hitam putih yang sangat besar menangkapnya sebagai sinyal, dan membuat langkah besar ke arah Shikamaru.
“Kau k***at…” Gumam Shikamaru, mengeluarkan kunai dan menatap harimau itu, menyiapkan dirinya untuk pertarungan.
Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu menghantam kaki kanannya. Detik ketika ia menyadarinya, sesuatu lainnya menghantam kaki kirinya, dan tepat saat Shikamaru menyadari para Kakusha melompat ke arahnya, semua sudah terlambat.
Ia membentur tanah dengan wajah terlebih dahulu, beberapa Kakusha mendudukinya dan menahannya.
“Untuk berpikir bahwa seseorang yang jeli sepertimu tak menyadari harimau itu hanyalah sebuah pengalihan…pikiranmu pasti benar-benar sedang kacau.” Komentar Sai, menunduk melihat Shikamaru yang mati-matian mencoba bernapas dibawah tubuh orang-orang yang menahannya.
Pandangan Shikamaru yang terhambat menangkap bayangan seorang pria mendekat dari belakang Sai.
Gengo.
“Lepaskan topengnya.” Gengo memerintahkan para Kakusha.
Sebuah jari menyelinap ke bagian retakan yang disebabkan oleh kuku harimau itu, dan mengupas topeng Shikamaru dalam satu gerakan.
“Lihat, ternyata ini Shikamaru-san.” Ucap Sai.
“Jadi ini Si Jenius dari Konohagakure, Nara Shikamaru, huh…” Suara Gengo terdengar seperti seorang kolektor yang menemukan benda yang telah lama dicarinya.
Shikamaru mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arah sepasang mata biru yang berbinar mencurigakan. Tatapan Gengo tak lepas darinya beberapa saat.
Shikamaru tersenyum sinis. “Hanya untuk kau tahu,” ucapnya, “Jika kau tidak melepaskanku sekarang, hal yang sangat mengerikan akan terjadi nanti.”
“Aku tak memiliki rasa takut. Kau akan hidup dengan baik bersamaku.”
Kata-kata Gengo yang meyakinkan itu diikuti dengan rasa sakit yang tajam pada leher Shikamaru, dan ia kehilangan kesadaran.
*
Ini merupakan kegelapan yang sebenarnya.
Tak ada cahaya atau apapun itu, Shikamaru bahkan tak dapat melihat tangannya yang berada seinchi dari wajahnya.
Dalam kegelapan seperti inilah ia duduk dan tenggelam dalam pikirannya.
Ia tak yakin sudah berapa hari berlalu. Dinilai dari berapa kali mereka memberinya makan, dan keadaan perutnya, paling tidak sudah lima hari.
Bagaimana semua bisa berubah seperti ini?
Tak peduli berapa kali Shikamaru memutar-balikkan kejadian itu di kepalanya, ia tak dapat menemukan jawabannya.
Bukan hanya masalah Sai.
Ia memanjangkan bayangannya menuju ke arah podium dimana Gengo berdiri. Namun bayangannya tak mampu menjerat kakinya, kehilangan pandangan dari targetnya.
Dan Gengo telah mengetahui keberadaan Shikamaru dan yang lainnya. Ia menyebut mereka ‘tikus’. Semua ini terjadi meskipun mereka telah menyembunyikan chakra dengan sempurna.
Rasanya seperti terdapat sebuah penghalang di sekitar pria itu yang membuat semua jutsu mereka tak berguna saat mereka mencapai jarak tertentu darinya.
Apakah Gengo benar-benar bisa mematahkan jutsu?
Shikamaru tak dapat mengatakannya. Tapi tak salah lagi, sesuatu telah mengganggu jutsu Shikamaru dan Rou.
Bayangan Shikamaru tak dapat mencapai Gengo. Juga saat ia mencoba menggunakan kagenui-nya melawan monster harimau Sai, bayangannya tiba-tiba tersendat dan kehilangan kekuatan.
Kesimpulan yang paling sesuai adalah bahwa baik Gengo atau pengaruh dari sekitar Gengo telah melemahkan potensi kagemane-nya.
Mengikuti rentetan pemikiran tersebut, terdapat kemungkinan yang besar bahwa jutsu Rou mengalami efek yang sama dan dilunturkan. Kemudian, jejak chakra Shikamaru sendiri kemungkinan telah menyeruak dari penyamarannya, memungkinkan Gengo untuk menyadari keberadaannya.
Itulah teori yang yang ia yakini saat ini.
Jutsu tak bekerja terhadap Gengo…
Tapi kenapa?
Shikamaru tak memiliki waktu untuk mengumpulkan informasi yang cukup untuk memahami kebenaran dibalik fenomena ini. Ia tak mendapatkan kesempatan untuk menginvestigasi apapun, walau sedikit, jadi tentu saja tak ada yang dapat ia lakukan.
Tak memiliki apa-apa untuk melakukan sesuatu, tak mampu memikirkan penyebabnya, membuatnya jengkel.
Ia kehilangan akal…
“Geugh! Urghh!”
Dari suatu tempat dibalik kegelapan itu, erangan kesakitan Rou mencapai telinga Shikamaru. Jeritan Soku juga datang dari balik kegelapan itu. Mereka berdua terdengar seperti sedang mengalami penyiksaan. Ia hanya mendengar suara mereka dalam erangan dan rintihan.
Untuk beberapa alasan, Shikamaru sama sekali tak disiksa.
“Maafkan aku…” Ia bergumam, melihat ke arah suara Rou yang kesakitan, meskipun diragukan apakah pria itu mendengar.
Inilah hasil dari tindakan Shikamaru yang gegabah.
Bukankah akan menjadi lebih baik jika ia sedikit menginvestigasi Gengo sebelum bertindak?
Begitu banyak rencana lain yang ia bisa lakukan …
Shikamaru memberikan tinjunya membabi-buta dalam kegelapan, meninju lantai batu yang dingin di bawahnya. Ia meninju lagi dan lagi…
“Apa kau masih hidup?”
Suara Gengo menuju ke arah Shikamaru dari kegelapan.
“Atau kau sudah mati?” Suaranya yang seperti penculik itu membuat nada seolah ia khawatir karena tak ada jawaban.
Chakra Shikamaru sudah habis, namun ia tak mati, dan ia tau Gengo sangat menyadari akan hal itu. Menanyakan pertanyaan yang telah ia ketahui jawabannya merupakan hal yang tak lebih dari sebuah sindiran.
“Aku lihat kau menghabiskan seluruh makananmu.”
Shikamaru memakan semua yang mereka berikan padanya. Tentu saja, hanya setelah memeriksa apakah itu diracuni atau tidak. Kemampuan untuk merasakan keberadaan berbagai racun hanya dengan satu jilatan merupakan salah satu fondasi dasar dari shinobi.
Shikamaru makan karena ia belum menyerah.
Selama ia masih hidup, masih ada celah yang dapat menjadi kesempatan untuk melarikan diri. Jika tubuhnya tak dapat bergerak sesuai keinginannya saat kesempatan itu tiba, ia akan mati.
Tak ada shinobi yang menyerahkan harapan hidupnya. Untuk terus bertahan tak peduli apapun yang terjadi, untuk terus melaksanakan kewajibanmu tak peduli apa yang terjadi, itu adalah shinobi yang sebenarnya.
Kita adalah Shinobi karena kita bertahan.**
Itulah mengapa Shikamaru harus yakin bahwah Rou dan Soku juga belum menyerah.
“Apa kau sudah lebih tenang, setelah menghabiskan berhari-hari dalam kegelapan seperti ini?" Tanya Gengo. “Apa kau merasa mendengar perkataanku?”
“Sayang sekali,” ucap Shikamaru, “Kegelapan merupakan teman yang sangat dekat denganku.”
“Kau orang yang menarik.” Gengo tertawa. “Aku akan datang lagi.”
Pria itu menghilang secepat suara itu datang.
“ARRGGGGGHHHHHHHHHHHH!”
Rou mulai menjerit lagi.
Pada bagian ini, dalam Bahasa Inggris tertulis ‘We are Shinobi because we endure’. ‘Endure’ sendiri bisa diartikan sebagai ‘menanggung’ ataupun ‘bertahan’.
Bersambung ke Chapter 12...
EmoticonEmoticon